Tag Archives: Adab

Adab Ahlul Qur’an

28 Sep

Saudaraku… Para penghafal Alqur’an yang dimuliakan Allah SWT….

Seseorang yang banyak berinteraksi dengan Al-Qur’an, sudah seharusnya memiliki sifat dan akhlaq yang mulia. Diantara akhlaq tersebut antara lain:

  1. Istiqamah dalam tilawah satu juz setiap hari.
  2. Menghindarkan diri dari sifat tamak dan riya’ dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
  3. Mampu menjadi teladan yang baik dalam ucapan dan perbuatan.
  4. Membiasakan diri memberi nasehat baik kepada saudaranya agar lebih dekat dengan Al-Qur’an.
  5. Membantu proses percepatan dakwah bil Qur’an, baik dengan mengadakan daurahAl-Qur’an, kajian ‘Ulumul Qur’an, Tasmi’ Al-Qur’an atau mabit di tengah-tengah masyarakat.
  6. Membiasakan shalat malam.
  7. Membiasakan shalat tarawih dengan bacaan 1 juz.
  8. Menciptakan lingkungan keluarga sebagai majlis halaqoh Qur’an.

Itulah di antara beberapa adab tilawah dan adab yang berkaitan dengan para ahlul Qur’an yang seyogyanya harus kita lestarikan. Dengan demikian kesucian dan keagungan Al-Qur’an dapat terpelihara dengan sebaik-baiknya dan sukseslah program Dakwah bil Qur’an, Amin.

Saudaraku….

Mudah-mudahan Allah memberikan hidayah ilmu dan amal kepada kita.

Adab Murid dan Guru Alqur’an

28 Sep

Para Pembaca, Saudaraku yang dirahmati Allah SWT….

Sebelumnya, anda harus dapat membedakan belajar Tahsin / Tahfizh Al-Qur’an dengan mempelajari ilmu-ilmu lain seperti matematika, komputer, bahasa Inggris dan sebagainya. Mempelajari Al-Qur’an adalah mempelajari kalam-kalam Allah, dan kalam Allah lebih mulia dari apapun di muka bumi ini. Sehingga sikap anda ketika belajar Al-Qur’an harus anda bedakan ketika belajar ilmu-ilmu yang lain, karena sesungguhnya anda tidak akan mendapatkan berkah dari ilmu Al-Qur’an yang anda pelajari jika adab-adabnya tidak anda perhatikan.

Marilah kita pelajari adab-adab dalam bertalaqqi/belajar Al-Qur’an, sebagaimana yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi dalam At Tibyan fi Hamalatil Qur’an. Dia antara adab-adab tersebut adalah:

1. Dalam kegiatan belajar mengajar Al-Qur’an, baik guru maupun murid harus memiliki keikhlasan yang penuh, hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Allah berfirman:

“Dan tiadalah mereka diperintahkan kecuali agar mereka beribadah kepada Allah, ikhlash karenanya dalam menjalankan agama…” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Rasulullah bersabda:

“Semata-mata perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Abbas berkata:

“Semata-mata seorang itu akan terjaga sesuai dengan ukuran niatnya.”

Fudhail bin ‘Iyadh berkata:

“Meninggalkan suatu perbuatan karena manusia adalah perbuatan riya’. Melakukan sesuatu karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlash adalah tatkala Allah menjaga anda dari dua penyakit di atas.”

2. Guru dan murid tidak boleh menjadikan talaqqi Al-Qur’an sebagai sarana untuk mengharapkan atau mendambakan dunia, sehingga jika kegiatan tersebut tidak menjanjikan materi,  ia enggan melakukannya. Allah berfirman:

“Dan baarang siapa yang menginginkan ladang dunia kami akan memberinya. Dan tidak ada baginya bagian di akhirat…” (QS. Al-Isra’: 18)

3. Seorang guru harus amanah dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada muridnya, jangan sampai ia membiarkan muridnya melakukan kesalahan. Karena dikhawatirkan suatu saat ia akan mengajarkan muridnya dalam keadaan salah.

4. Seorang guru tidak boleh mendambakan semua orang belajar kepadanya dan tidak belajar kepada guru yang lain. Hindarilah rasa benci dan kesal jika mendapatkan murid yang belajar kepada guru yang lain. Penyakit ini banyak menimpa para guru yang jahil. Ini suatu bukti bahwa niat mengajarnya salah dan tidak karena Allah subhanahu wa ta’ala. Seharusnya ia mengatakan,  “Aku mengajar dengan tujuan ibadah, dan ini telah aku dapatkan. Jika ada muridku pindah belajar kepada guru yang lain, maka ia akan mendapatkan tambahan ilmu. Semoga ilmunya menjadi ilmu yang bermanfaat.”

Inilah teladan dari Imam Syafi’i yang pernah berkata,

“Aku ingin orang yang telah mempelajari ilmu (yang telah aku ajarkan) ini tidak menganggap ilmu tersebut didapat dariku, walaupun hanya satu huruf.”

5. Guru dan murid harus berakhlaq mulia, sabar tawadhu’, tidak banyak bercanda dan berisik, tidak hasud dan ‘ujub (berbangga diri), serta banyak mengamalkan amalan sunnah, berdzikir, bertasbih, berdo’a, dan muraqabatullah (selalu merasa diawasi oleh Allah).

6. Seorang guru harus bersikap lemah lembut kepada muridnya, menyambutnya dan berbuat baik kepadanya. Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya:

“Sesungguhnya masyarakat itu adalah pengikut kalian  dan sesungguhnya terdapat orang-orang yang akan mendatangi kalian dari pelosok negeri untuk mendalami ilmu agama. Apabila mereka datang kepada kalian perlakukanlah dengan baik.”  (H.R. Tirmidzi)

7. Seorang guru harus banyak memberi nasehat dan motivasi kepada muridnya. Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya:

“Agama itu nasehat.” “Bagi siapa ya Rasul?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, Kitabnya, Rasulnya, para imam muslim dan kaum muslimin pada umumnya.”   (H.R. Muslim)

Yang dimaksud dengan nasehat bagi Allah adalah meyakini ke-Maha Tunggal-an Allah dan ikhlas dalam beribadah kepadanya. Nasehat bagi kitabnya adalah dengan mengamalkan isinya. Nasehat bagi Rasul-Nya yakni mengikuti perintah dan menjauhi larangannya. Nasehat bagi imam muslim dan kaum muslimin pada umumnya yaitu dengan mengarahkan mereka kepada jalan yang benar.

8. Seorang guru tidak boleh merasa besar di hadapan muridnya, melainkan harus lemah lembut, hormat dan tidak merendahkan mereka. Rasulullah bersabda:

“Bersikap lemah lembut kepada orang yang kamu ajari dan orang yang sedang belajar darinya.” (HR. Ibnu Suni)

9. Seorang murid harus hormat kepada guru, betapapun ia melihat kekurangan gurunya. Ali bin Abi Thalib berkata:

“Aku bagaikan hamba sahaya bagi orang telah mengajariku walaupun satu huruf.”

Jangan pernah menceritakan ketidakpuasan terhadap gurunga kepada orang lain. Hal tersebut adalah ghibah, apalagi dilakukan terhadap gurunya. Sungguh, perbuatan ini menjadikan ilmu tidak bermanfaat. Rasulullah bersabda:

“Ya Allah, aku berlindung diri kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

10. Seorang murid harus sabr menghadapi sikap keras gurunya, karena boleh jadi ketika marah tersebut gurunya sedang lelah atau memikirkan suatu masalah. Berpikirlah positif, bahwa seorang guru tidak mungkin benci kepada muridnya. Jadi, murid harus siap seakan-akan hina di depan gurunya. Ibnu Abbas berkata:

“Dulu aku hina ketika mencari (menjadi murid), kini aku mulia setelah dicari (menjadi guru).”

Seorang penyair berkata:

“Seseorang yang tidak pernah merasakan kehinaan sesaat (menuntut ilmu) akan hina sepanjang masa.”

 

Saudaraku…

Mudah-mudahan kita diberikan-Nya hidayah ilmu dan amal. Mari beriman sesaat, sempatkan waktu untuk belajar Alqur’an.

Maroji:

Muzzammil, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an Program Tahsin-Tahfizh, Ma’had Alqur’an Nurul Hikmah, Tangsel, 2008

Ra’uf, ‘Abdul Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2004

Adab Membaca Alqur’an

28 Sep

Para Pembaca, Saudaraku yang dimuliakan Allah SWI….

Apakah ‘adab’ itu ? Adab adalah aturan, tata cara dalam melakukan suatu aktifitas kebaikan. Dalam berinteraksi dengan Alqur’an, memerlukan  adab tersendiri. Adab itu diatur dengan sangat baik sebagai penghormatan dan pengagungan terhadap Al-Qur’an, selain dalam rangka meraih manfaatnya yang sempurna.

Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin menguraikan dengan sejelas-jelasnya bagaimana tata cara membaca Al-Qur’an. Beliau membagi adab tilawah menjadi dua, yaitu adab mengenai lahir dan mengenai batin (berhubungan dengan hati). Membesarkan kalam Allah bukan saja dalam membacanya, tetapi juga dalam menjaga tulisan-tulisannya. Disebutkan dalam satu riwayat, Ikrimah bin Abu Jahal sangat gundah hatinya tatkala melihat lembaran-lembaran yang bertuliskan Al-Qur’an berserakan dan disia-siakan. Ia akan memungutnya selembar demi selembar seraya berkata, “Ini adalah kalam Rabb-ku, ini adalah kalam Rabb-ku, membesarkan kalam Allah berarti membesarkan Allah.”  (Ihya’ /I:332)

Mengenai adab tilawah telah banyak disebutkan oleh para Ulama’. Bahkan Imam Nawawi menulis sebuah kitab khusus yang menerangkan tatakrama memperlakukan Al-Qur’an, yaitu kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an (Penjelasan tentang adab seorang Ahlul Qur’an)


Adab Tilawah/Membaca Alqur’an

Saudaraku… berikut ini adalah tata cara, aturan yang telah ditentukan, ketika ingin meraih fadhilah besar ketika membaca Alqur’an:

  1. Bersiwak atau membersihkan mulut sebelum tilawah.
  2. Berwudhu sebelum tilawah, karena tilawah tergolong dzikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya tanpa berwudhu.
  3. Membaca di tempat yang bersih dan berpakaian yang sopan. Adapun tempat yang paling utama adalah masjid. Diperbolehkan membaca Al-Qur’an di atas kendaraan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah melakukannya.
  4. Membaca dengan duduk menghadap ke kiblat dan khusyu’, karena membaca Al-Qur’an sama dengan munajat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Diperbolehkan membaca sambil berdiri atau berbaring. (QS. Ali’ Imran)
  5. Membaca Al-Qur’an diawali dengan isti’adzah (QS. An-Nahl: 98) dan dilanjutkan dengan basmalah tiap awal surat, kecuali pada awal surat At-Taubah.
  6. Membaca dengan tartil, yaitu membaca dengan lambat, tidak terburu-buru dan bertajwid, sesuai dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam QS. Al-Muzzammil: 4.
  7. Janganlah memutus tilawah seketika hanya karena hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya tilawah diteruskan sampai akhir ayat. Jika hendak melanjutkan tilawah disunnahkan mengulangi bacaan isti’adzah. Dilarang tertawa dan bermain saat tilawah, sebab perbuatan tersebut dapat mengurangi kemuliaan dan kesucian Al-Qur’an.
  8. Bagi yang sudah mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an, seyogyanya membaca dengan penuh perhatian dan meresapi kandungannya (QS. Shad:29). Misalnya, ketika sampai pada ayat tasbih maka ia bertasbih dan bertahmid, bila sampai pada doa dan stighfar, ia berdo’a dan beristighfar, bila sampai pada ayat ‘adzab, ia meminta perlindungan kepada Allah.
  9. Membaca dengan irama yang bagus namun tanpa dipaksakan, sebab irama yang bagus menambah keindahan Al-Qur’an dan membantu meresapinya.
  10. Memanjatkan do’a sesudah tilawah, juga ketika telah menyelesaikan tilawah 30 juz.

Saudaraku…

Mudah-mudahan kita diberikan-Nya hidayah ilmu dan amal. Mari beriman sesaat, sempatkan waktu untuk belajar Alqur’an.

Maroji:

Muzzammil, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an Program Tahsin-Tahfizh, Ma’had Alqur’an Nurul Hikmah, Tangsel, 2008

Ra’uf, ‘Abdul Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2004