Mengapa Harus Belajar TAJWID ?

4 Oct

Para Pembaca, Tamu dan Saudaraku, yang dimuliakan Allah SWT…

Alqur’an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya dihitung sebagai ibadah khusus.

Allah mewahyukan Alqur’an kepada Nabi Muhammad SAW sudah dalam bentuk bacaan yang sempurna. Malaikat Jibril sebagai pembawa wahyu itu langsung men-talaqqi (mencontohkan bacaan) dan Nabi Muhammad SAW menirukan/mencontoh persis bacaannya.  Demikian pula, Nabi Muhammad pun langsung men-talaqqi-kannya kepada para sahabatnya, bacaan yang sama diterimanya dari Jibril.

Sekalipun Alqur’an dalam teksnya menggunakan bahasa Arab, namun Alqur’an diwahyukan dengan bacaan yang khusus, tidak sebagaimana membaca tulisan arab selain Alqur’an.  Tajwid digunakan hanya untuk membaca Alqur’an. Membaca hadits atau tulisan arab selain Alqur’an, tidak membutuhkan praktek tajwid. Untuk mengetahui cara membaca Alqur’an yang khusus itu, seorang muslim harus meniru bacaan orang yang telah mempelajari Alqur’an secara benar, sehingga hasil bacaannya sama dengan bacaan yang diajarkan Rasulullah SAW. Dengan demikian, membaca Alqur’an menjadi sebuah ibadah mahdhoh (ibadah khusus), yang pahalanya ibadah khususnya tidak tercapai kecuali harus meniru persis dengan contoh bacaan Rasul. Jadi, seorang muslim benar-benar terikat dengan aturan bacaan Alqur’an ketika ingin dikatakan bahwa ia sedang membaca Alqur’an.

Hal itu sama persis dengan aturan menjalankan ibadah sholat. Dalam masalah praktek ibadah sholat ini, Rasulullah bersabda: ”sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku melakukan sholat”. Ketika beda, maka Rasulullah telah memberikan batasan: ”barang siapa yang melakukan praktek yang tidak ada contohnya dariku, maka amalannya itu tertolak”. Inilah aturan khusus yang berlaku pada ibadah-ibadah mahdhoh. Bila melanggarnya maka timbullah bid’ah. Pada dasarnya, istilah bid’ah lahir dari sebuah praktek ibadah mahdhoh yang tidak sesuai dengan contoh. Bid’ah itu adalah tambahan, pengurangan, pembiasan praktek ibadah yang menyalahi contoh Rasul.

Termasuk membaca Alqur’an, karena membacanya merupakan ibadah, maka harus persis mencontoh bacaan Rasul, karena ia adalah terkategori sebagai ibadah mahdhoh. Bila bacaannya salah, maka ia melakukan ritual membaca Alqur’an yang tidak dicontohkan Rasul.  Artinya, ritualnya adalah salah dan pahala khusus tidak tercapai.  Imam Al-Jazari –’ulama quro’– menyatakan bahwa membaca Alqur’an dengan tidak mengikuti contoh bacaan Rosul (tidak bertajwid) hukumnya adalah haram.

Adapun ilmu tajwid adalah suatu cabang ilmu yang dihasilkan dari pengamatan terhadap bacaan Alqur’an, sehingga dari pengamatan itu tersusun kaidah-kaidah yang berfungsi sebagai rumus yang pasti untuk menghasilkan bacaan yang benar sesuai bacaan Rasulullah. Rumus yang pasti itu dapat diambil karena ternyata bacaan Alqur’an sangat standar dan konsisten (matematis) dalam pembacaannya, baik panjang pendeknya, dengung, waqof dan lain sebagainya.  Ilmu ini merupakan ijtihad para ’ulama yang konsen dengan keaslian bacaan Alqur’an, mengingat sedikitnya jumlah orang yang belajar Alqur’an secara bersanad (bersambung kepada Rasulullah) sementara jumlah ummat Islam di dunia sangat banyak. Apabila satu orang harus belajar secara langsung (talaqqi) terhadap mereka yang memiliki sanad, maka ummat Islam akan menemui kesulitan dalam belajar Alqur’an.

Secara khusus ilmu tajwid ini dibuat untuk melindungi keaslian bacaan Alqur’an. Karena itu, kaidah-kaidah ilmu tajwid benar-benar diproyeksikan untuk melindungi keaslian bacaan itu. Karena itulah, ilmu tajwid membahas standarisasi hal-hal sebagai berikut:

1.      Makhroj huruf (tempat/titik keluarnya huruf) dan sifat-sifat masing-masing hurufnya. Standarisasi ini bertujuan agar bunyi masing-masing huruf menjadi standar, tetap dalam setiap kondisi (fathah, kasroh, dhommah dan sukun) sehingga menjadi sama atau mendekati sama dengan lisan orang arab. Bila huruf tidak distandarkan, bisa dibayangkan rusaknya bacaan Alqur’an (dilihat dari cara membunyikan bacaannya) mengingat masing-masing lisan manusia berbeda-beda, logat masing-masing kaum sangat banyak variasinya.

2. Mad (panjang) suku kata dan aturan dengung.  Standarisasi ini bertujuan supaya  pemanjangan suku kata itu konstan, tidak semaunya sendiri. Standarisasi itu kemudian menghasilkan kategori pemanjangan suku kata menjadi minimal tiga macam, yaitu panjang 2 harokat, 3 hingga 4 harokat dan 5 hingga 6 harokat.  Demikian juga aturan dengung, dibuat konstan dengan menahan posisi dengung selama 2 mad.

3.      Waqof (cara berhenti)

Sasaran akhir belajar tajwid adalah tercapainya kualitas bacaan Alqur’an sebagaimana keadaan pertama kali Alqur’an diturunkan.

Saudaraku….

Ternyata demikian penting pengetahuan tentang TAJWID itu, karena ilmu itu akan mengantarkan kita kepada kemampuan membaca Alqur’an secara baik.

Mari  beriman sesaat, sempatkan waktu untuk belajar Alqur’an. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan hidayah ilmu dan amal kepada kita. Amiin.

Leave a comment