Keutamaan Alqur’an

27 Sep

Sidang pembaca, Tamu dan Saudaraku yang dimuliakan Allah SWT…

Ketertarikan kita terhadap suatu benda tergantung pada pengetahuan kita tentang keutamaan atau kegunaan benda tersebut.  Agar manusia tertarik dengan Alqur’an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam banyak menjelaskan keutamaan Alqur’an ini. Namun demikian, tertarik dan tidaknya manusia dengan Alqur’an sangat tergantung pada keimanan dan keyakinan kepada janji Allah SWT dan Rasul-Nya.  Umar Bin Khattab radhiyallahu ‘anhu sangat tertarik dengan Alqur’an setelah ia mendengar dan membaca firman Allah SWT:

“Thaha, Tidaklah kami turunkan Alqur’an ini agar kamu sengsara.” (QS. Thaha: 1-2)

Sebaliknya Al-Walid bin Al-Mughirah, walaupun pada awalnya merasa kagum terhadap Alqur’an dan memuji setinggi-tingginya, ternyata ia tetap dalam kekafirannya dan mencari-cari alasan untuk menjauhkan diri dari Alqur’an. Ia membohongi dirinya sendiri dan mengatakan “Itu adalah sihir yang diajarkan kepada Muhammad.”

Maka jagalah baik-baik keimanan yang telah Allah SWT anugerahkan kepada anda. Tingkatkan kecintaan anda kepada Alqur’an melalui janji-janji pasti Rasulullah.

Saudaraku….

Orang yang beriman pasti mencintai Alqur’an, karena Alqur’an mempunyai keutamaan yang dapat mengangkat derajat keimanannya. Berikut ini, saya nukilkan beberapa keutamaan Alqur’an di dunia.

1. Mempelajari Alqur’an adalah sebaik-baik kesibukan. Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi:

“ Barang siapa yang disibukkan Alqur’an dalam rangka berdzikir dan memohon kepadaku, niscaya akan aku berikan sesuatu yang lebih utama dari apa yang telah kuberikan pada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan Kalam Allah dari seluruh kalam selain-Nya seperti keutamaan Allah atas Makhluk-Nya.”   (H.R. Turmudzi)

2. Allah SWT mengangkat derajat Ahlul Qur’an orang yang senantiasa berinteraksi dengan Alqur’an menjadi keluarga-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya diantara manusia terdapat keluarga Allah. Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka, ya Rasulullah ?” Rasul menjawab, “Mereka adalah Ahlul Qur’an; mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya”.   (H.R.  Ahmad)

Kata keluarga menunjukan hubungan yang sangat dekat antara Allah dengan hamba-Nya. Kedekatan melambangkan cinta, dan cinta akan meringankan manusia dalam melaksanakan seluruh perintah Allah.

3. Alqur’an adalah kenikmatan yang harus didamba-dambakan.

“Tidak boleh iri kecuali terhadap dua kenikmatan; kepada seorang yang diberi Alqur’an oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah, lalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.”   (H.R. Bukhori)

Penetapan Alqur’an sebagai nikmat yang harus didamba-dambakan adalah suatu isyarat agar orang beriman dapat membedakan nikmat hakiki dan semu. Kemampuan merasakan Alqur’an sebagai nikmat hakiki merupakan indikasi iman yang sehat. Sebaliknya, ketidakmampuan manusia merasakan nikmat Alqur’an adalah indikasi penyakit hubbuddun-ya (cinta dunia yang berlebihan), keimanan terhadap hari akhir yang lemah dan ketidakyakinan terhadap janji-janji Allah yang ada di dalamnya.

4.   Ahlul Qur’an disejajarkan derajatnya oleh Allah SWT dengan para malaikat atau Nabi yang telah diberi wahyu. Sementara orang yang bacaannya masih terbata-bata, tapi ia terus berusaha belajar membaca walaupun masih banyak kesalahan, tetap dianugerahi dua pahala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Orang yang pandai berinteraksi dengan Alqur’an akan bersama malaikat yang mulia dan taat; sedangkan orang yang membaca Alqur’an terbata-bata dan merasa kesulitan akan mendapatkan dua pahala”.   (H.R.  Muslim)

Al-Imam An Nawawi dalam kitab syarh Muslim menjelaskan, bahwa kata mahir berarti mampu membaca, menghafal, mentadabburinya dan mengamalkan Alqur’an. Pribadi seperti ini sangat diperlukan dalam masyarakat, karena mereka akan berfungsi sebagai pencerahan hidup Islami ditengah-tengah mereka.

Sedangkan penghargaan dua pahala terhadap mereka yang bacaannya terbata-bata tidak berarti legitimasi bagi yang tidak mampu membaca Alqur’an, namun himbauan agar istiqomah dalam tilawah meskipun terbata-bata, karena Allah SWT tidak menyiakan-nyiakan kelelahannya dalam membaca. Janji ini harus menjadi motivasi yang kuat untuk terus berinteraksi dengan Alqur’an. Interaksi dalam waktu yang panjang insya Allah akan menjadikan seseorang yang terbata-bata akan lancar membaca.

5.    Ahlul Qur’an paling berhak menjadi imam dalam sholat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Yang berhak menjadi imam adalah yang paling banyak hafalah Alqur’annya.”    (H.R. Muslim)

Rekomendasi Rasulullah ini bukan semata-mata penghargaan terhadap Ahlul Qur’an, namun juga menunjukkan peran yang harus diunggulkan di tengah masyarakat, yaitu tarbiyah (pembinaan). Pelaksanaan shalat dimasjid secara rutin merupakan tarbiyah yang sangat efektif bagi setiap mukmin. Tentu saja harus didukung pula oleh imam berkualitas yang sesuai dengan rekomendasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Sayangnya kondisi masyarakat kita saat ini masih jauh dari standar yang ditentukan Rasulullah. Sehingga shalat telah kehilangan ruh-Nya, dan atsar (dampak) dari shalat itu menjadi sedikit. Sesungguhnya kondisi seperti ini akan mengakibatkan kerugian-kerugian bagi umat ini, diantaranya:

Pertama, umat menjadi asing dengan ayat-ayat Alqur’an, karena bertahun-tahun mereka hanya mendengar ayat atau surat tertentu saja. Hal ini sangat berdampak kepada sulitnya membaca atau menghafal Alqur’an.

Kedua, umat kurang merasakan ruh dari ayat-ayat Alqur’an yang dibaca –apakah ayat tersebut bemaksud ancaman, himbauan, perintah dan larangan– sehingga kandungan ayat-ayat itu tidak tersampaikan dengan baik.

Ketiga, peran Alqur’an sebagai pedoman hidup tidak tersampaikan secara optimal. Hal ini berdampak pada banyaknya kandungan Alqur’an (semisal ayat yang mengatur rumah tangga, ekonomi dan bernegara) yang tidak tersampaikan secara intens.

6.  Ahlul Qur’an adalah orang yang selalu mendapat ketenangan, rahmat, naungan malaikat serta namanya disebut-sebut oleh Allah SWT.


“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid), membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka; kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi rahmat, dikelilingi malaikat, dan Allah SWT menyebut nama-nama mereka di hadapan makhluk yang ada di dekat-Nya.”    (H.R.  Muslim)

Penghargaan di atas merupakan stimulan robbani agar manusia mampu mengamalkan Alqur’an dengan mudah. Karena ketika manusia mau menerima wahyu Allah, maka itu merupakan indikasi keimanannya terhadap kebenaran Allah melalui Firman-Nya.

Sebaliknya, jika keimanannya kepada Allah tipis dan lemah, maka manusia tidak akan siap melakukan kegiatan apapun yang terkait dengan Alqur’an. Jangankan disuruh mengamalkan, sekedar membuka mushaf saja tidak akan dilakukan.

Selanjutnya kegiatan membaca dan mempelajari Alqur’an akan membangun keimanan yang semakin kuat, sehingga Allah menjadi Dzat yang paling dicintai dalam hidupnya. Alqur’an akan menyirami hatinya yang gersang dan menjadikannya lembut serta sensitif terhadap teguran-teguran Allah SWT. Kondisi inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kesiapan merealisasikan Alqur’an dalam kehidupannya.

7.    Ahlul Qur’an adalah orang yang mendapatkan kebaikan dari Allah

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Alqur’an dan mengajarkannya.”   (H.R. Bukhari)

Kebaikan berarti keberkahan, dan hidup yang berkah adalah hidup yang aktif bersama Alqur’an, aktif belajar dan mengajar. Keduanya harus seimbang, karena huruf Wawu dalam hadits ini menunjukan pekerjaan yang dilakukan secara bersamaan, bukan dengan huruf Fa’ atau Tsumma yang artinya Kemudian.

Lantas, bagaimana jika kemampuan anda masih terbatas?

Setidaknya ada dua hal yang harus anda perhatikan tentang mengajarkan Alqur’an:

Pertama, mengajar berarti menyampaikan, sehingga secara teknis tidak harus dalam bentuk formal dan jumlah banyak. Mengajar satu orang –baik anak, istri atau suami– sudah berarti mengajarkan. Untuk itu jangan beranggapan bahwa mengajar adalah sesuatu yang rumit dan harus terkait dengan institusi. Hal itu hanya akan menghambat percepatan program pengajaran Alqur’an. Semangat mengajar seperti inilah yang dapat bermisi dakwah ke masyarakat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya hidayah Allah yang turun kepada seseorang karena dengan usahamu adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah (kendaraan mewah)”

Kedua, mengajar Alqur’an yang ideal memang seharusnya disampaikan oleh orang yang memiliki kemampuan optimal. Namun jika di lingkungan anda tidak ada yang siap mengajarkan Alqur’an kecuali anda, maka wajib bagi anda untuk segera menghapus buta huruf Alqur’an di lingkungan tersebut. Dengan konsekuensi anda pun harus semakin meningkatkan kualitas anda. Ibaratnya, jika tetangga anda kelaparan dan anda tidak memiliki apa-apa kecuali nasi, maka secara logika pasti anda akan memberikannya tanpa harus menunggu lauk empat sehat lima sempurna.

Saudaraku….

Mari beriman sesaat, sempatkan waktu untuk belajar Alqur’an !

Maroji:

Muzzammil, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an Program Tahsin-Tahfizh, Ma’had Alqur’an Nurul Hikmah, Tangsel, 2008

Ra’uf, ‘Abdul Aziz Abdul, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, PT Syamil Cipta Media, Bandung, 2004

Leave a comment